Kita mengakui dan menyadari bahwa syair Syekh Fattaah penuh makna. Lirik-liriknya bukan asbun (asal bunyi –ed) karena tercipta bukan atas nafsunya melainkan atas hal-Nya. Tentang keyakinan itu, Allah SWT telah menjelaskan dalam firmanNya, Syekh Fattaah "Jika Aku telah
mencintai hambaKu, maka kujadikan lidahnya sebagai lidahKu, matanya adalah mataKu dan pendengarannya adalah pendenngaranKu..."
Pernah ada beberapa orang yang mengkritik kata-kata yang digunakan Syekh dalam syairnya. Mereka bilang, itu bukan bahasa yang benar. Menanggapi itu, biasanya Syekh memiliki alasan jelas dan kuat. Namun bila orang yang mengkritik itu tetap ngotot, Syekh akan menunjukkan acuan dan pedomannya dalam berbahasa Indonesia, yakni kamus bakunya Purwadarminta, kamus kontemporernya Hasan Shadily serta pedoman ejaan milik J.S. Badudu.Syekh Fattaah juga tidak menutup diri dari bahasa yang umum dipakai. Syekh Fattaah sangat cerdas dalam hal bahasa. Tak kurang sepuluh bahasa dipahaminya; Inggris, Turki, Persia, Spanyol, Jerman, Arab, Jepang, Italia, Perancis dan Indonesia. Di sini, beliau juga sangat tertarik dengan bahasa Sunda sehingga membeli beberapa buah buku yang menuntun pelajaran bahasa tersebut. Sekedar bilang 'hatur nuhun' dan 'kumaha damang?' sih, beliau sudah biasa (he… he…)
Showing posts with label syair lagu|syair puisi|syair lagu debu|syair lagu liric. Show all posts
Showing posts with label syair lagu|syair puisi|syair lagu debu|syair lagu liric. Show all posts
Tuesday, May 13, 2008
Subscribe to:
Posts (Atom)